Rabu, 10 Maret 2010

JIHAD VS TERORIS

| | 0 komentar

Di masa kita sekarang ini istilah jihad telah diselewengkan maknanya oleh sebagian kelompok. Menurut mereka aksi-aksi terorisme berupa bom bunuh diri, pembunuhan orang-orang kafir tanpa alasan yang benar, dan menimbulkan kekacauan merupakan bagian dari jihad. Sesungguhnya ini adalah kenyataan yang sangat menyedihkan.

Islam rahmatan lil ‘alamin
Ajaran Islam adalah ajaran yang mendatangkan rahmat bagi umat manusia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia.” (QS. al-Anbiya’: 107). Ibnu Abbas menerangkan bahwa rahmat tersebut bersifat umum mencakup orang yang baik-baik maupun orang yang jahat. Barang siapa yang beriman kepada beliau -Nabi Muhammad- maka akan sempurnalah rahmatnya di dunia sekaligus di akhirat. Adapun orang yang kufur kepadanya maka hukuman -yang sesungguhnya- akan disisihkan darinya sampai datangnya kematian dan hari kiamat (lihat Zaad al-Masir [4/365] as-Syamilah)

Di antara bukti kasih sayang Islam kepada umat manusia adalah Islam tidak membenarkan penumpahan darah manusia tanpa alasan yang benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu membunuh nyawa yang diharamkan Allah -untuk dibunuh- kecuali dengan sebab yang benar.” (QS. al-An’am: 151). al-Baghawi menjelaskan bahwa di dalam ayat ini Allah mengharamkan membunuh seorang mukmin dan mu’ahad -orang kafir yang terikat perjanjian keamanan dengan umat Islam- kecuali dengan sebab yang benar yaitu sebab-sebab yang membuat orang itu boleh dibunuh seperti karena murtad, dalam rangka qishash -bunuh balas bunuh-, atau perzinaan yang mengharuskan hukuman rajam bagi pelakunya (lihat Ma’alim at-Tanzil [3/203] as-Syamilah)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membunuh seorang kafir yang terikat perjanjian -dengan kaum muslimin atau pemerintahnya- maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya itu akan tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari). al-Munawi menjelaskan bahwa ancaman yang disebutkan di dalam hadits ini merupakan dalil bagi para ulama semacam adz-Dzahabi dan yang lainnya untuk menegaskan bahwa perbuatan itu -membunuh orang kafir mu’ahad- termasuk perbuatan dosa besar (Faidh al-Qadir [6/251] as-Syamilah).

Demikian juga Islam tidak memperkenankan perilaku bunuh diri -meskipun dengan niat yang baik, yaitu untuk memerangi musuh- sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah Maha menyayangi dirimu.” (QS. an-Nisa’: 29). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu alat maka dia akan disiksa dengannya pada hari kiamat.” (HR. Muslim). Yaitu dia bunuh diri dengan alat untuk membunuh, meminum racun dan lain sebagainya (lihat Tuhfat al-Ahwadzi [6/435] as-Syamilah)

Berbuat dosa tapi mengharap pahala
Namun anehnya, orang-orang yang melakukan pengeboman dan aksi bunuh diri itu merasa bangga dan menganggap dirinya sebagai mujahid. Sesungguhnya ini merupakan hasil tipu daya syaitan kepada mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi amalnya. Yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia sementara mereka mengira telah melakukan sesuatu kebaikan dengan sebaik-baiknya.” (QS. al-Kahfi: 103-104). Ibnu Katsir mengatakan, “Sesungguhnya ayat ini berlaku umum bagi siapa saja yang beribadah kepada Allah namun tidak di atas jalan yang diridhai Allah. Dia menyangka bahwa dia berada di pihak yang benar dan amalnya akan diterima. Padahal, sebenarnya dia adalah orang yang bersalah dan amalnya tertolak.” (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/151-152])

Mereka mencomot sebagian ayat dan memahaminya tidak sebagaimana mestinya. Mereka mengambil dalil yang samar (mutasyabih) dan meninggalkan dalil-dalil lain yang jelas dan tegas (muhkam). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dialah -Allah- yang telah menurunkan kepadamu Kitab suci itu, di antaranya ada ayat-ayat yang muhkam yaitu Ummul Kitab sedangkan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya menyimpan penyimpangan/zaigh maka mereka akan mengikuti ayat yang mutasyabih itu demi menimbulkan fitnah dan ingin menyimpangkan maknanya…” (QS. Ali Imran: 7)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mustasyabihat maka mereka itulah orang-orang yang disebut oleh Allah -di dalam ayat tadi- maka waspadalah kamu dari bahaya mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll). Penulis syarah Sunan Abu Dawud berkata, “Ayat ini -Ali Imran ayat 7- berlaku umum bagi semua kelompok yang melenceng dari kebenaran yaitu dari kalangan kelompok-kelompok bid’ah….” (Aun al-Ma’bud [10/117] as-Syamilah)

Jihad yang sebenarnya
Allah ta’ala berfirman, “Orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang/berjihad di jalan Kami niscaya Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik/ihsan.” (QS. al-’Ankabut: 69). al-Baghawi menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata tentang tafsiran ayat ini, “Yaitu orang-orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh di dalam ketaatan kepada Kami niscaya Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan untuk meraih pahala dari Kami.” (Ma’alim at-Tanzil [6/256] as-Syamilah)

Ketahuilah saudaraku, sesungguhnya seorang mujahid sejati adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya untuk melakukan ketaatan kepada Allah -termasuk di dalamnya adalah dengan memerangi orang kafir dengan cara yang benar-, bukan dengan melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berjihad adalah orang yang berjuang menundukkan dirinya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Ahmad, as-Shahihah [549] as-Syamilah). Maka jelaslah bahwa terorisme bukan jihad. Terorisme sama artinya dengan menimbulkan kekacauan dan kerusakan di muka bumi. Sementara Allah tidak menyukainya. Allah berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menebarkan kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77)

Reaksi yang keliru
Sebagian orang yang telah termakan oleh pemberitaan media massa yang tidak tepat menganggap bahwa lelaki yang berjenggot dan bercelana di atas mata kaki atau perempuan yang mengenakan cadar adalah bagian dari jaringan teroris. Padahal, anggapan semacam itu adalah anggapan yang kekanak-kanakan.

Semata-mata memiliki jenggot atau mengenakan cadar jelas tidak ada hubungannya dengan terorisme. Tidakkah kita ingat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum lelaki untuk memelihara jenggot? Nabi pun menegaskan bahwa mengenakan pakaian yang melebihi mata kaki adalah terlarang, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari. Tidakkah kita juga ingat bahwa para isteri Nabi pun mengenakan cadar? Apakah dengan penampilan seperti itu kemudian kita mengatakan bahwa Nabi dan isteri-isterinya terlibat dalam jaringan teroris?! Tentu saja anggapan yang demikian itu tadi adalah sesuatu yang terlalu berlebihan, bahkan mengada-ada.

Saudaraku sekalian, sesungguhnya kemuliaan Islam ini akan ternoda tatkala orang yang bukan ahlinya berbicara tentang ajaran agama. Tidakkah kita ingat firman Allah ta’ala (yang artinya), “Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. al-Isra’: 36). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah angkat bicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, Shahihah [1887] as-Syamilah).

Tetaplah menimba ilmu dan mencari kebenaran
Dengan menyaksikan realita yang memilukan ini maka sudah semestinya kaum muslimin semakin meningkatkan semangat mereka untuk mengkaji ilmu agama dan berupaya untuk mengamalkannya. Sebab dengan cara itulah jalan ke surga akan menjadi mudah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang dikehendaki menjadi baik oleh Allah maka akan dipahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga mengatakan, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu -agama- maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim). Untuk bisa membedakan apakah suatu bentuk pemahaman benar atau tidak maka ilmu agama sangat diperlukan. Siapa saja membutuhkannya, entah itu polisi, pejabat Negara, pedagang, guru, karyawan, maupun mahasiswa, tidak terkecuali para ustadz, da’i dan kyai.

Dengan mengkaji al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar itulah kita akan mendapatkan jawaban atas permasalahan yang kita hadapi dan terbebas dari kesesatan berpikir. Sebaliknya, orang yang meninggalkannya akan binasa. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang terus mengikuti petunjuk-Ku maka tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Tapi barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit dan kelak Kami akan menghimpunnya dalam keadaan buta. Orang itu berkata, ‘Wahai Rabbku mengapa Engkau himpunkan aku dalam keadaan buta, padahal dulu aku melihat?’. Maka Allah jawab, ‘Demikian itulah balasan yang layak kamu terima. Telah datang kepadamu ayat-ayat Kami namun kamu sengaja melupakannya, maka demikian pula pada hari ini kamu dilupakan.’.” (QS. Thaha: 123-126)

Allah akan memuliakan orang yang mempelajari al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat sebagian orang dengan sebab Kitab suci ini dan akan menghinakan sebagian yang lain karenanya pula.” (HR. Muslim). Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat bagi penulis maupun pembacanya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin [Ari Wahyudi].

Read more...

JIHAD

| | 0 komentar

Arti / Makna :

  • Dalam bahasa berarti "Berusaha keras" atau "Berjuang"
  • Dalam konteks Islam bermakna "Berjuang menegakkan syariat Islamiah"

Bentuk Jihad :

Ber-Jihad tidak selalu harus identik dengan ber-perang secara lahiryah / fisik , sebab Jihad , antara lain , dapat berbentuk :

  • Perjuangan dalam diri sendiri untuk menegakkan syariat Islamiah
  • Perjuangan terhadap orang lain , baik lisan , tulisan atau tindakan
  • Jihad dalam bentuk pertempuran : QITAL (Contoh: At-Taubah - Ayat 111 , disebut sebagai "qital" dengan arah : "fisabilillah" - Perang dijalan Allah , tidak disebut "jihad" dengan arah "fisabilillah")
    Islam membenci peperangan , tetapi mewajibkan berperang , jika dan hanya jika , muslim diserang (karena agama) terlebih dahulu dan diusir dari negeri-nya ( sampai suatu batas mutlak yang ditentukan . Terlalu luas untuk dijabarkan disini ).
Surat An Nisaa’ - 4:84
Maka berperanglah ( qatil ) kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri . Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)

Al Mumtahanah 60:9
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu , dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Saat ber-Jihad :

Jihad harus dilakukan setiap saat , dalam kesadaran 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup . Kerena didalamnya (antara lain) termasuk

  • Perjuangan untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh allah SWT
  • Berjuang untuk mau menjalankan perintahnya-perintahnya Seperti melawan rasa kantuk dan dingin yang menghalangi Shalat Subuh , atau bersabar untuk mengendalikan amarah, dsb .


My Old Notes


Sering kita mendengar kata JIHAD , dan diartikan sebagai "Perang Suci" . Hal ini tidak dapat disalahkan , namun makna kata "Perang" disini sering di-baur-kan dengan pengertian perang dalam arti fisik . Ini yang harus diluruskan .

Jihad dalam bahasa Arab bermakna "berjuang" atau "berusaha keras" , dan ini dapat diberlakukan bagi siapa saja , baik muslim maupun bukan muslim .

    Contoh :

    Surat Al Ankabuut - Ayat 8
    Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu (jahadaka) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Disini dilakukan oleh orang tua yang memaksakan ( berusaha keras ) agar anak-nya yang muslim kembali kepada ke-kafir-an .

Dalam banyak terjemahan , jihad diartikan sebagai Perang Suci , sementara dalam Islam sendiri dilarang untuk memulai suatu peperangan , kecuali bila sudah tidak dapat dielakkan , atau memang bisa dipertanggung jawabkan secara agama (eg: untuk membela diri , atau karena diserang terlebih dahulu ).

"Perang Suci" bila diterjemahkan dalam bahasa Arab adalah : "harbun muqaddasatu" (atau "al-harbu al-muqaddasatu") . Tidak ada dalam Al-Qur'an atau kumpulan Hadits (asli) yang meng-arti-kan kata "jihad" sebagai "Perang Suci" , melainkan "perjuangan" atau "berusaha keras" .

Amat disayangkan bahwa banyak penulis Islam yang terpengaruh atas propaganda penterjemah barat yang mengartikan jihad sebagai "Perang Suci". Bisa saja dalam literatur barat mereka salah mengartikan jihad sebagai suatu bentuk semacam "Perang Salib" dalam sejarah Nasrani .

Sekali lagi , Tidak !. Jihad bukan ber-konotasi "Perang" . Sebab perang dalam bahasa Arab adalah : "HARB" atau "QITAL" , dan ini disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadits sebagai kata "perang dalam arti fisik" .

Bagi muslim , jihad berarti "perjuangan" atau "beruasaha dengan keras" . Yang kemudian ber-transformasi sebagai kata yang mempunyai makna atau arti khusus , "membela agama" . Hal ini tentunya karena kata jihad yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadits , seperti contoh dalam beberapa ayat sebagai berikut :


Contoh 1 :

Surat At Taubah - Ayat 24 :
Katakanlah: "jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari ber-jihad di jalan-Nya , maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Jelas disini bahwa "jihad" merupakan kata-kerja "berjuang" . Yang mana tentunya harus ditunjukkan arah atau sifat "perjuangan"-nya , yaitu : "di-jalan-Nya" , jalan kebenaran membela ajaran Allah" . Sebab bisa saja "ber-jihad" membela negara . Seandainya "jihad" berarti "Perang Suci" , maka kiranya cukup disebutkan "ber-Jihad" , tanpa "di jalan-Nya" ( Silahkan buka Al-Qur'an dalam tulisan / bahasa Arab-nya ) .


Contoh 2 :

Surat Al Furqaan - Ayat 52 :
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah (jahidhum) terhadap mereka dengan Al Qur'an dengan jihad (jihada) yang besar.

Daklam ayat ini adalah mengenai ber-jihad (berjuang) internally (dalam diri sendiri) , yaitu dengan kebenaran yang dibekali kepada kita dalam Al-Qur'an , agar tidak sampai terpengaruh atau mengikuti jalan-jalan orang kafir . Dan berhindarlah dengan perjuangan yang besar . Kita harus berjuang agar tidak terpengaruh orang pemikiran kafir , yakinkanlah diri kita akan kebenaran yang ada dalam Al-Qur'an . Yakinkanlah dengan perjuangan akbar . Biarkan mereka jalan pada jalan-nya sendiri , dan kita pada jalan Al-Qur'an , seperti yang tercantum dalam ayat berikutnya :

Surat Al Furqaan - Ayat 53 :
Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.

Dari kedua ayat ini , jelas bahwa Jihad tidak harus berarti dengan menyerang orang lain . Sebab Allah yang menjadikan mereka demikian , agar dapat memberi pengajaran kepada kita . Oleh sebab itu justru SALAH jika kita menyerang mereka terlebih dahulu , sebab itu berarti kita "membobol dinding" yang telah dijadikan Allah sebagai pembatas , agar kita tidak ter-cemar . Bila kita membobol dinding , maka akibatnya justru air kita yang "tawar dan segar" akan tercemar menjadi "asin dan pahit" .

25:52
Therefore listen not to the Unbelievers but strive against them with the utmost strenuousness with the (Qur'an).

25:53
It is He Who has let free the two bodies of flowing water: One palatable and sweet and the other salt and bitter; yet has He made a barrier between them a partition that is forbidden to be passed.



KESIMPULAN :

Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang" atau "ber-usaha dengan keras" , namun tidak harus berarti "perang dalam makna "fisik" . Kalau sekarang jihad telah sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama" , memang bisa saja dibenarkan , walau itu tidak harus berarti perjuangan fisik . Bila meng-arti-kan jihad hanya sebagai peperangan fisik , dan extern , untuk membela agama bisa sangat ber-bahaya , sebab akan mudah di-manfaat-kan , dan rentan terhadap fitnah . Berjihad dengan perang fisik jelas dinyatakan sebagai QITAL .

Kalau mau meng-artikan Jihad sebagai "perjuangan membela agama" , maka lebih tepat bila dikatakan bahwa ber-Jihad adalah : "perjuangan menegakkan syariat Islam" . Sehingga berjihad harus -lah dilakukan setiap saat , 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup .

  • Jihad bisa ber-arti ber-juang "Menyampaikan atau menjelaskan kepada orang lain kebenaran Ilahi , walaupun bisa digebukin orang banyak" .
  • Atau bisa ber-jihad dalam diri kita sendiri untuk "tidak mencuri atau men-jarah walau kita sedang lapar" .
  • Atau -pun bisa ber-jihad dengan "Tidak ber-riya dalam keadaan banyak rakyat sedang sulit sembako" ,
  • Bisa saja ber-jihad adalah : "Memaksakan diri untuk bangun pagi dan shalat Subuh , walau masih mengantuk dan dingin"
  • dlsb .
Read more...

My Playlist

jihad indentik dengan

Powered By Blogger

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
hidupku hanya untuk allah
 
 

jIhad hidup saYa | Diseñado por: Compartidísimo
Con imágenes de: Scrappingmar©

 
top